Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok.
Jarum menit dan detik itu terus berjalan. Mereka terus melaju. Tanpa menghiraukan sepasang mata yang memperhatikannya. Sepasang mata yang berharap, waktu bisa berhenti saat itu juga. Jam bekker kesayanganku sudah menunjukkan pukul 22:24. Tapi, sepasang mata ini masih saja terbuka dengan lebarnya. Sepasang telinga ini masih saja bekerja untuk mendengarkan suaramu yang parau dari ujung telepon. Ya, suaramu. Suaramu yang biasanya merdu kalau kamu menyanyikan sebuah lagu. Namun berbeda dengan malam tadi.
Kembali kau lantunkan 1 lagu untukku. Kau meminta agar aku mendengarkanmu bernyanyi. Musik adalah duniamu. Tapi musik tidak bisa menyembunyikan perasaanmu.
Sakit. Ku rasakan sakit dalam hatiku. Aku merasakan apa yang kamu rasa. Seperti tertusuk sebuah belati yang sangat tajam, hatiku merasakan sakit sampai ke lubuk. Jauh di dalam sana. Sangat dalam. Hingga sepasang mata ini meneteskan air mata. Air mata ini jatuh karena tak kuat menahan sakit. Ingin aku teriak sekencang-kencangnya. Selantang-lantangnya. Namun, derasnya air mataku yang mengalir, membuatku tidak memiliki tenaga untuk melakukannya.
Tidak butuh waktu lama untuk membuat air mataku keluar tanpa henti. Aku ikut meratapi kesedihanmu. 1 lagu yang kau lantunkan sudah usai. Tepat setelahnya, kamu memutuskan hubungan telepon dari ujung sana. Waktu baru berjalan sampai pukul 22:28. Singkat. Sangat singkat. Bibir ini tak mampu untuk berkata. Basahnya pipi ini, sulit untuk dikeringkan. Sepasang mata ini masih mencoba menerawang jauh ke arahmu. Mencoba mencari cara untuk membuat 1 senyum simpul di bibirmu. Hati dan jiwa ini masih merasakan bagaimana buruknya perasaanmu. Namun hati dan jiwa ini tidak bisa berbuat lebih. Hanya berdo'a. Dan selalu berdo'a.
Aku yakin. Aku percaya. Di saat seperti ini, kamu ngga sendiri. Ada aku disini, ada Tuhan yang ngga pernah lelah buat mendampingimu. Aku berharap, Tuhan selalu memberi yang terbaik untukmu, Tuhan selalu menjaga dan menuntunmu. Jangan takut, aku disini akan selalu siap untuk menemanimu, bagaimanapun keadaanmu. Karena aku menyayangimu, apa adanya dirimu.
Waktu terus berjalan. Seusai putusnya hubungan telepon, komunikasi kita tetap berlanjut hingga larut malam. Hingga jam bekker kesayanganku menunjukkan pukul 01:30, dini hari. Handphoneku terus bergetar, menandakan ada pesan singkat yang ku terima. Tak lain pesan singkat itu adalah darimu. Dag. Dig. Dug. Kurasakan detakan jantungku semakin cepat. Aku takut. Takut untuk membacanya. Namun ku coba bersikap biasa untuk kamu. Karena aku ingin membuatmu tenang. Membuatmu untuk tidak terlalu bersedih. Andaikan saat itu aku berada didekatmu. Saat itu juga aku akan meraihmu dan merangkulmu. Mendekapmu agar kamu bisa merasa lebih baik. Membuatmu agar bisa berbagi kesedihan denganku. Dan membiarkanmu menumpahkan air matamu dalam pelukanku. Tapi aku tau, semua itu mustahil. Aku disini, sedangkan kamu berada jauh disana, bahkan sangat jauh dan sangat ngga mungkin untuk jemariku menyentuhmu.
Aku memohon kepada Tuhan, agar saat ini aku bisa melihat 1 senyuman yang mengembang di bibirmu. Senyuman keikhlasan, tanpa ada beban apapun didalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar