Cerpen
Oleh
: Putri Ningtyas Raharja
“Azura-chan, ada pesan untuk kamu nih.”
Panggilan kakakku ku dengar saat
aku melihat kembali foto-foto yang kami ambil saat kami berjalan-jalan ke Everland tiga hari lalu. Betapa
senangnya aku, ketika ribuan bunga seolah menyergap mataku. It’s amazing! Bagaimana tidak,
warna-warni ribuan bunga ada di depan mataku. And my dreams come true. Keinginanku untuk mengunjungi Everland saat musim bunga akhirnya
terwujud.
“Hai, ani. Chotto matte kudasai!”
Aku bergegas keluar dari kamar.
“Ada apa?” tanyaku kemudian.
Akira-kun memberiku sebuah bingkisan dalam bentuk kado berbentuk kubus
yang di tengahnya dihiasi pita berwarna gold,
menambah cantik tampilannya. Terlebih lagi, seikat mawar putih berwarna senada
dengan warna kotak, menyertainya juga. Aku bingung menerima bingkisan manis
itu. Aku ingat-ingat, hari ini bukan hari ulang tahunku, dan aku pikir juga,
siapa pula orang yang mengirimiku bingkisan itu?
“Dari siapa, ani?” tanyaku.
Akira hanya tertawa mendengar pertanyaanku.
“Akira-kun, aku serius nih! Dari siapa?” lanjutku dengan kesal.
“Azura-chan, aku juga nggak tahu. Orang yang tadi ngirim itu cuma kurir.
Buka aja kadonya, siapa tahu ada namanya.” kata Akira sambil tertawa.
Akhirnya, aku turuti juga saran
kakakku. Dia terus mengamati gerak-gerikku saat membuka bingkisan itu.
Sepertinya, rasa ingin tahuku dan rasa ingin tahu kakakku itu sama-sama besar.
Bingkisan itu telah membuat suasana apartemen ini ramai.
Sengaja aku lakukan slow motion saat membukanya. Mataku
melirik ke arah kakakku yang begitu antusias ingin tahu isinya.
“Aa..” sorakku.
Akira sempat kaget mendengar
suaraku yang seperti bicara pada jarak sejauh 5 meter.
“Apaan sih! Udah di buka belum?”
gemasnya padaku.
“Wah, cokelat! Dari siapa ya?” lanjutnya
sambil mengintip kartu ucapan yang terselip diantaranya.
“Eeiitss, aku duluan yang baca!”
Pan
gapseumnida.
Aku hanya bisa memasang tampang
bingung setelah membaca tulisan itu. Ya jelas saja, aku tidak mengerti arti
dari kalimat itu.
“Ciiyee.. Punya penggemar misterius
nih. Nggak usah bingung gitu, itu artinya si pengirim senang berjumpa denganmu.”
candanya dengan tatapan genit padaku.
Aku makin kesal. Antara senang,
bingung, juga malu pada kakakku yang aku rasakan sekarang. Rasa penasaran sama si
pengirim lebih-lebih menguasai pikiranku. Aku masih terpaku memandangi barisan
cokelat yang ada di dalam kotak, rangkaian bunga mawar yang tampak cantik, juga
sebuah kartu yang berisi pesan dengan bahasa Korea.
“Azura-chan, nggak usah dipikirin itu dari siapa. Yang jelas, si pengirim
pasti orang baik-baik. Belum kenal kamu tapi udah ngasih ini semua.” ujar Akira
seolah bisa membaca apa yang ada di
dalam pikiranku saat ini.
Tapi, memang benar juga kata Akira,
untuk apa dipikirkan terus-menerus. Biar saja kalau maunya jadi misterius person. Akhirnya, ku putuskan untuk
menikmati lezatnya cokelat pemberian secret
admirer ini bersama kakakku.
**
Mawar putih yang ku terima kemarin,
kini sudah menghiasi kamarku. Warnanya cantik, senada dengan seisi kamarku.
“Azura-chan, ada kiriman lagi nih. Dari yang kemarin mungkin.” panggil
Akira.
Aku berjalan menuju tempat dimana
Akira berada. Ku lihat bingkisan di genggaman tangan kanan kakakku itu.
Sedangkan di jemari kirinya, ku lihat seikat mawar merah di genggam kakakku.
Langsung saja, kertas pembungkus
bingkisan itu aku buka. Dalam hati, aku mengira betapa romantisnya si pengirim.
Lihat saja apa yang ada di dalam bingkisan ini, sebuah kotak musik! Jujur saja,
aku sangat senang menerima setiap pemberiannya. Meskipun dengan begitu, aku
dibuatnya semakin penasaran ‘siapa dia’.
Akira hanya senyam-senyum melihat
hadiah dari si misterius itu. Setelah ku buka kartu ucapannya, raut wajahku
langsung berubah menjadi raut wajah penuh tanda tanya.
“Cheo eum boepsemnida. Apaan ini? Bahasa Korea lagi?” tanyaku kesal.
“Itu artinya, si pengirim
menanyakan kabarmu.” jawabnya sedikit meledek.
Wait!
Apa benar artinya seperti itu? Dia kan tidak jelas siapa orangnya. Hatiku yang
sedang kegirangan harus aku redakan, siapa tahu Akira membohongiku.
Kring. Kring. Kring.
Telepon berbunyi. Akira mendekat
kemudian mengangkatnya.
“Yeoboseyo?”
“Choneun Park Dong Ju imnida.
Saya ingin bicara dengan adik perempuanmu. Bisa?”
“Azura-chan, ada telepon nih. Mungkin ini your secret admirer.”
Aku seketika terhenyak. Ya Tuhan,
si misterius itu meneleponku sekarang. Aku bergegas meraih gagang telepon dari
tangan Akira. Dia melempar seulas senyum genit menggodaku.
“Who are you?” tanyaku dengan bahasa Inggris.
“I am Park Dong Ju. Aku yang beberapa hari ini memberimu bingkisan
dan bunga. Semoga kau senang menerimanya.” jawabnya dengan sangat sopan padaku.
“Bisakah kita ketemu besok?”
tanyanya.
Aku memikirkannya sejenak, sebelum
akhirnya aku menjawab, “Bisa. Tapi sama kakakku ya?”
“No problem. Besok jam sepuluh siang di Everland. Don’t miss it, Honey.” ujar Park Dong Ju, si misterius
yang sudah menggemparkan apartemen ini.
**
Setelah aku memberi tahu Akira
tentang ajakan Park Dong Ju kemarin, dia tidak keberatan untuk mengantarku ke Everland, taman cantik yang sempat kami
kunjungi beberapa hari yang lalu.
Aku telah bersiap-siap untuk pergi
ke tempat yang aku dan Park Dong Ju setujui. Untung saja Akira mau mengantarku.
Mungkin karena ini hari terakhirku di Seoul, dan aku akan pulang ke Tokyo. Satu
minggu akhirnya akan usai, seperti janjiku pada chichi to haha.
Detik-detik kepulanganku ke Tokyo,
aku tutup dengan perkenalanku dengan seorang cowok di negeri ini, lalu
berbelanja oleh-oleh, dan menuju bandara. Jadi, Akira tentu saja menyediakan
banyak waktu untuk aktivitas terakhirku di Seoul. Beruntung sekali aku
mempunyai kakak laki-laki seperti dia.
Ku lihat jam tangan yang melingkar
di tanganku. Jam sepuluh tepat. Tepat seperti waktu janjian kami, aku sudah
sampai di Everland. Mudah bagiku
bertemu dengannya, karena ia datang sepuluh menit lebih awal.
“Hai.” sapanya.
“Hai.” jawabku singkat.
Aku melirik Akira, dia tersenyum
pada Park Dong Ju. “Ini kakakku.”
“Akira Hiroshi, aren’t you? Tentu saja aku tahu. Kau kan
teman dekat mendiang saudara perempuanku, Park Sun Ju. Aku mengenali wajahmu
dari album kenangan kakakku. Dan aku juga melihat kalian beberapa hari yang
lalu. Jadi, bukan hal yang sulit untuk mengetahui rumah kalian. Wajah kalian
juga ada kemiripan.” ujarnya dengan lancar dan sopan.
Aku dan Akira sama-sama tidak
menyangka. Benar-benar hal yang tak terduga.
“Aku belum tahu namamu, nona. Boleh
kenalan?” tanyanya padaku.
“Azura Hiroshi.” jawabku singkat.
Setelah perkenalanku dengannya dan
kami ngobrol banyak hal, aku juga mengatakan kalau ini adalah hari terakhirku
di Seoul dan tidak bisa di tunda seperti apa yang ia tanyakan. Ia mengerti
alasanku, dan ia berharap aku bisa bertemu dengannya lagi. Begitu juga
sebaliknya.
“Aku dan Akira akan pergi ke Namdaemun Market untuk membeli
oleh-oleh, mau ikut?” tawarku padanya.
Dia mengiyakan. Akhirnya, Park Dong
Ju menemaniku belanja. Cukup melelahkan juga hari ini, belum lagi kepulanganku
ke Tokyo beberapa jam lagi.
Park Dong Ju turut mengantarku ke
Bandara Incheon. Tentu saja aku senang karenanya. Akirapun tidak keberatan.
Sepertinya, Akira telah menganggap Park Dong Ju seperti orang yang telah lama
dekat dengannya. Mungkin karena faktor kenangan dengan Park Sun Ju.
Sebelum aku benar-benar
meninggalkan negeri ini, Park Dong Ju kembali memberiku seikat mawar merah. Aku
tersenyum padanya. Kami berpisah sangat berat, terutama dengan Akira, lelaki
terbaik yang aku punya.
Akira memelukku erat. Dia berpesan,
“Jangan bandel ya. Salam buat chichi to
haha.”
Aku melirik Park Dong Ju yang tersenyum
melihatku dengan Akira. Tak mungkin aku menciumnya sebagai salam perpisahan,
aku baru saja bertemu dengannya. Aku hanya kembali memberinya seulas senyuman.
“Gamsahamnida.” kataku seperti apa yang pernah Akira ajarkan padaku.
“Cheonmaneyo.” jawab Park Dong Ju.
“Aduh, aku tidak tahu artinya.”
ujarku meringis.
Nanti setelah sampai Tokyo, aku
akan les bahasa Korea! Kataku dalam hati.
*End*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar